Rabu, 21 November 2012

Masih bukan apa-apa. hanya Dee...


Dee adalah wanita yang ekspresif, dia selalu berhasil menemukan cara-cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan dan menggambarkan sebuah kejadian, sebuah benda, ataupun perasaan yang sedang menghinggapinya. Seperti air yang menaklukkan media-media terunik, seperti mikro organisme nakal yang menjelajahi bumi dari celah-celah tersempit, seperti dandelion yang yang tak pernah berhenti menari di hari paling terik sekalipun. karena ke-ekspresif-annya, tidak jarang dia terjebak dalam situasi yang sulit. Namun, itu tidak menghalanginya untuk tetap berlari menyusuri setiap jengkal kehidupan dengan caranya sendiri.

Seperti sekitar 1 bulan yang lalu, waktu itu, kira-kira ketika sang raja siang mulai menjingga, kami baru saja menyelesaikan petualangan kecil kami menyusuri rimba kota. Di aula kecil tempat kami menyampah, aku baru saja duduk & mulai serius menyelesaikan pesanan kerajinan. Tenggat semakin dekat, masih banyak yang harus dikerjakan. Dalam tekanan yang semakin besar, kurangkaikan kardus-kardus dengan kertas yang bernama "Manila", dengan pasir halus dari pantai yang kesohor dengan nama "Delegan", dengan cat yang tidak bisa kusebutkan namanya & biji-bijian yang aku sendiri tidak tahu namanya, menjadi kerajinan-kerajinan "sampah". Tangan tidak bisa berhenti bergerak, mata & otak harus tetap fokus, AAaaaarrrgghhh...!!! harus cepat selesai!!!. Ditengah kepanikan itu, tiba-tiba saja aku mendengar sebuah panggilan dari suara yang sepertinya aku kenal. Benar saja, ternyata Dee yang memanggilku. Dia bilang: "Bee... liaten aku...". Semua kesibukan terpaksa aku tinggalkan, kutolehkan wajahku, ku-linear-kan sudut pandangku ke arah tempat Dee berada, Dan saat cahaya telah dengan sempurna merefleksikan bayangan Dee kedalam lensa mataku, aku melihat sebuah keanehan, ketidak laziman seperti yang tadi aku ceritakan... Dee duduk bersila di depanku, di tangan kirinya terpasang "doubletape" yang dia pakai seperti layaknya gelang, sedangkan tangan kanannya memegang kuas. tangan kiri dengan "doubletape" dia liuk-liukkan seolah-olah sedang menari, & tangan kanan dengan kuas dia putar-putar di atas kepalanya sembari menyanyikan lagu konyol yang mungkin dia gubah sendiri. Bukan hanya itu, dia juga meliuk-liukkan badannya ke kiri & kekanan... Mau-tidak mau, tawa akhirnya brlompatan dari mulutku yang dari tadi membentuk garis lurus.

Lalu, kira-kira 4 tahun yang lalu, "asma" membuat Dee terkapar di penginapan putih, sarang para dokter. Kondisinya begitu mengkhawatirkan, masker oksigen menempel menutupi mulut & hidungnya... Jarum infus tertancap di tangannya. Hari pertama, Dee begitu diam, hanya melirik ke kiri-ke kanan, berusaha memejamkan mata & menarik nafas dalam-dalam. Aku mulai berpikir, "asma" telah merenggut keceriaan Dee... Tapi ternyata, aku salah... Di hari kedua, saat selang oksigen hanya menempel di hidungnya, Dee mulai berulah lagi... ketika semua orang sedang mengkhawatirkan kondisinya, dia memulai lagi aksi konyolnya... awalnya, dia menoleh ke arahku, meraih tanganku & sedikit menariknya, sepertinya, dia mau membisikkan sesuatu. Kudekatkan telinga kananku ke mulut Dee, tentu saja masih dengan wajah khawatirku, kutajamkan pendengaranku, kufokuskan otakku hanya untuk merespon suara dari mulut Dee, agar aku bisa mendengar apa yang akan dia bisikkan dengan jelas, sehingga dia tidaklah perlu mengulangnya lagi. Setelah telingaku cukup dekat dengan mulut Dee... Dee mulai membisikkan kata-kata atau mungkin lebih tepatnya nyanyian yang benar-benar membuatku kaget... kalimat-kalimat atau nyanyian itu terdengar "familiar" bagiku... Isinya, kira-kira seperti ini: "Kau laki-laki pujaanku... ... ... kau tak ganteng tapi gagah... penuh perhatian dan kasih sayang... ... ... kau selalu SIAGA... Siap, Antar, Jaga... ...". Sebuah lagu, dari sebuah iklan layanan masyarakat... itulah yang dia bisikkan ke telingaku...

Dee... Masih banyak lagi ketidak laziman yang Dee lakukan, yang tidak mungkin aku ceritakan... aksi-aksi yang tidak terprediksi... mengundang senyum, tawa, malu, terkadang juga amarah... satu kanvas, tidaklah cukup untuk melukiskannya...
............................................... Fin ......................................................

2 komentar: